Latest Updates

Tawaduk



TAWADHU’

Tawadhu’ menjadi sifat luhur yang menghiasi perilaku orang-orang luhur. Sayyidina Muhammad yang dikenal sebagai sosok yang sangat agung, tidak pernah meremehkan siapapun, bahkan tatkala ada orang yang memuja-memuja beliau, beliau menanggapi, “saya hanya anak perempuan yang makan roti.”
Bahkan, menurut cerita ketika Sayyidina Muhammad makan menggunakan gaya duduk seperti budak. Kehidupan beliau Saw yang sangat sederhana mencerminkan kualitas tawadhu’ beliau. Beliau tidak pernah membanggakan diri, kecuali memang ada hal yang perlu disampaikan untuk memperkuat keyakinan sahabat tentang kerasulan dan kebenaran misi beliau SAW.
Ada kisah yang menarik tentang Sayyidina Muhammad seperti yang digambarkan dengan indah oleh Annemarie Schemmel. Adalah seorang Yahudi yang dekil, jorok, dan selalu mengotori, berikut meninggalkan kain yang penuh kotoran di dekat tempat tinggal Sayyidina Muhammad. Tingkah itu bertujuan untuk mengejek Nabi yang suci tersebut. Setelah si Yahudi pergi dari tempat itu, tanpa ada kemarahan sedikit pun yang menampak pada wajahnya dan tidak ada beban sedikit pun, beliau membersihkan kain yang penuh kotor itu, berikut tempat yang amat kotor. Respons Nabi Saw yang anggun itu mengilhami orang Yahudi mengucapkan syahadat.


Banyak orang mulia yang saya jumpai selalu menghias dirinya dengan sikap tawadhu’, dia tidak pernah merasakan dirinya memiliki kemuliaan. Karena pada hakikatnya kemuliaan dan keagungan itu hanya milik Allah. Jika orang memandang manusia sebagai zero, justru dia akan dipenuhi yang Maha Tak Terhingga. Hanya ketika orang merasa kosong yang bakal diisi oleh-Nya, dan hanya orang yang merasa bodoh yang justru akan dipancari pencerahan. Dan tanda kemuliaan telah tumbuh-berbuah pada diri seseorang, dia akan selalu bersikap tawadhu’ pada siapapun yang dijumpai.
Saya teringat kisah mengagumkan dari Sayyidina Ali Zainal Abidin. Suatu ketika ada orang yang keluar rumah menuju masjid. Sesampai di masjid, dia langsung shalat, dan berapa saat dia pulang ke rumah. Di tengah perjalanan, seakan ada jejak ingatan yang kabur bahwa uangnya tertinggal di masjid. Setelah ditengok di masjid tak ada seorang pun yang dijumpai, kecuali ada seorang yang sedang khusyuk dalam shalatnya. Dia pun menunggu orang itu hingga selesai shalat, sembari mengatakan, “sudahlah jangan sok khusyuk, mana uangku?” sergahnya.
Ucapan tersebut memancing sosok mulia yang berada di hadapannya untuk segera menyelesaikan shalatnya. Selesai shalat, orang tersebut menyapa “mana uangku?” katanya lagi. “mari saya ajak ke rumah, akan saya ganti uangmu.” Beliau menyerahkan uang senilai yang katanya hilang tersebut. Buru-buru setelah memeroleh uangnya, dia langsung menuju rumahnya.
Betapa terkejutnya, ketika dia mendapati uangnya masih tersimpan rapi di rumahnya. Maka, buru-buru dia hendak kembali menjumpai orang yang telah menyerahkan uang tersebut, sebelum itu dia menanyai pada orang yang terdekat dengan rumah si dermawan kiranya siapa orang yang telah menyerahkan uang itu, kendati beliau tidak mengambil uang, dia rela menyerahkan uang yang disangkakan padanya.
Tetangga dekat Ali Zainal Abidin menyampaikan, bahwa orang yang telah menyerahkan uang padamu tersebut adalah cicit Sayyidina Muhammad Saw, Ali Zainal Abidin bin Husein bin Fatimah Az-Zahra binti Sayyidina Muhammad Saw. Betapa bergetarnya orang tersebut tatkala mengetahui bahwa orang yang terkesan tawadhu’ tanpa mau menghakimi atau membela diri adalah cicit Sayyidina Muhammad Saw. Demi mendengar siapa orang yang telah berbuat baik tanpa menghakimi itu, dia langsung bersimpuh di hadapan Sayyidina Ali Zainal Abidin, sembari mengembalikan uang pada cicit Rasulullah Saw yang sudah kadung berada pada dirinya, tetapi kemudian Ali Zainal Abidin menolak dengan halus, “Sudahlah ambil saja uang itu untuk tambahan bagimu.” Keindahan akhlak Sayyidina Ali Zainal Abidin terpatri kuat di hati orang tersebut. Yang membuat orang itu malah menjadi pengikut setia Ali Zainal Abidin.
Jiwa Sayyidina Muhammad Saw yang berhiaskan tawadhu tidak pernah mengurangi kemuliaan  beliau Saw di mata sahabat-sahabatnya, dan juga para pengikut beliau di akhir zaman, bahkan menambah bersinar kecintaan sahabat dan pengikutnya terhadap beliau Saw. Memang, saking mendalam spirit tawadhu’ beliau, maka tidak ada yang bisa menandingi kemuliaan beliau Saw di sisi Allah SWT. Memang hanya orang tawadhu’ yang layak diangkat derajatnya di sisi Allah SWT, adapun kesombongan akan dilemparkan di lembah kehinaan.
Kalau Anda menghiasi diri dengan sikap tawadhu’, insya Allah wajah Anda akan selalu terlihat berseri-seri, tidak pernah sedikit pun mengecilkan atau meremehkan orang lain. Anda akan selalu digerakkan untuk mencari sisi positif yang melekat pada orang lain, tanpa Anda sadari kau selalu melihat keindahan setiap saat. Berbeda jika manusia telah berbalutkan kesombongan, maka dia akan selalu melihat ketidakbecusan dan keburukan terpampang pada dirinya, kecuali dia melihat kebenaran ada pada dirinya. Tak ayal, jika Fir’aun—yang dikenal sebagai sosok yang sangat sombong—menahbis dirinya sebagai tuhan. Seketika dia sombong, maka kesempitan jiwa, penderitaan memasuki ruang batinnya, dan dia tidak pernah diizinkan untuk meraih kebenaran.
Kalau Anda ingin mudah mengakses kebenaran, maka bersikaplah tawadhu’…
Khalili Anwar, Penutur dari alan Cahaya

Diambil dari Tawaduk

0 Response to "Tawaduk"

Post a Comment