Latest Updates

KHITAN DALAM TINJAUAN SYARI’AH, PSIKOLOGI DAN MEDIS



Fitrah berarti kesucian yang unsurnya terdiri atas benar, baik dan indah Dalam hadist riwayat Bukhari Muslim, Abu Daud,Tirmidzi, an-Nisa’I, Ibnu Majah dan Ahmad dikatakan bahwa Rasulillah saw. Bersabda, “Ada lima yang termasuk fitrah, yaitu berkhitan, mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan mengunting kumis. Abu Hurairah juga mengatakan Rasulullah saw bersabda,”Barang siapa masuk Islam, hendaklah ia berkhitan walaupun sudah dewasa.” Khitan merupakan ajuran Rasul saw. Didalamnya terkandung hikmah-hikmah tertentu yang mungkin masih belum terungkap nilai manfaatnya secara menyeluruh dan utuh. Dengan demikian, berbagai dugaan bisa saja muncul. Berbagai penelitian masih mungkin untuk dilakukan. Dalam hubungannya dengan kesempurnaan ibadah, terutama shalat, urgensi khitan amat jelas. Shalat secara lahiriyah berhubungan dengan kebersihan jasmani.

Untuk menunaikan shalat disyari’atkan agar tubuh dan pakaian yang dikenakan harus bersih dan suci dari hadast, karenanya sebelum sholat diwajibkan untuk berwudhu. Berwudhu membersihkan mensucikan dari hadast kecil, sebelumnya sangat dianjurkan untuk membersihkan kemaluan dan dubur terutama setelah berhajat kecil dan hajat besar. Seseorang yang sudah dikhitan akan lebih mudah membersihkan dari hadast kecil.
Sehubungan dengan kepentingan kewajiban shalat, sebaiknya anak-anak sudah dikhitakan menjelang usia akil baligh. Tapi kapan khitan itu dilakukan ? tidak di jumpai ketentuan yang pasti. Al-hasan dan Al-Husein, cucu Rasulullah saw. Dikhitan pada hari ketujuh dilahirkannya. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dibawah ini :”Rasulullah saw telah menyembelih aqiqah untuk Hasan dan Husein seta mengkhitankan mereka pada hari ketujuh dari kelahirannya.” Menurut pengikut Imam Ahmad Ibnu Hambal, khitan dianjurkan sejak anak mencapai usia 7 tahun hinga usia akil baligh.
Namun, menurut Imam Maliki khitan sebaiknya dilaksanakan antara usia 7 dan 10 tahun. Jika di usia akil baligh belum sempat dikhitan, ia boleh mengkhitankan dirinya sendiri dan jika tidak sanggup maka gugurlah keharusannya untuk berkhitan (Al-Afifi:94) Dalam buku Hayatunal Jinsiyah (Kehidupan biologos kita) Dr. Sabri al-Qubbani mencoba mengngkat masalah khitan, beserta segala hal disekitarnya. Dia mengatakan khitan merupakan peraturan kesehatan yang faedahnya sangt besar. Yakni menghindarkan pelakunya dari berbagai penyakit dan ganguan kesehatan lainnya.
Berikut ini adalah sedikit faedah-faedah khitan menurut al-Hawani :
Pertama : Dengan memotong Qulfah atau kulup seorang anak, ia akan terbebas dari endapan yang mnegandung lemak, dan lendir-lendir yang sangat kotor. Ini dapat menekan serendah mungkin terjadinya peradangan pada kemaluan, dan proses pembusukan yang diakibatkan oleh endapan lendir-lendir tersebut.
Kedua: Dengan terpotongnya Qulfah, batang kemaluan akan bebas dari kekangan semasa terjadi ketegangan (ereksi)
Ketiga : Dengan khitan kemungkinan terserang penyakit kanker sangat kecil. Realitas menunjukan penyakit kanker penis ternyata banyak diderita oleh orang yang tidak di khitan. Dan jarang sekali menimpa bangsa-bangsa yang syariat agamanya memerintahkan agar pemeluknya berkhitan.
Keempat : Bila secepatnya mengkhitan sang anak, berarti kita telah menghindarkan dari kebiasaan ngompol di tempat tidur. Penyebab utama anak mengompol ditempat tidur pada malam hari karena qulfahnya terasa gatal dan keruh (tergelitik).
Kelima : Dengan khitan anak terhinar dari bahaya melakukan onani. Apabila qulfah masih ada, maka lendir-lendir yang tertumpuk dalam gulfah, ini dapat merangsang syaraf-syaraf kemaluan dan mengelitik ujung kemaluan yang merupakan daerah sensitif terhadap rangsangan (stimulus). Maka dia akan sering menggaruknya. Bila hal ini terus berjalan sampai usia puber, maka dia akan semakin sering mempermainkannya sehingga akhirnya kebiasaan itu meningkat pada onani.
Keenam : Para dokter mengatakan secara tidak langsung khitan berpengaruh pada daya tahan sek. Oleh sebagian lembaga ilmiah pernah diadakan suatu sensus mengenai hal ini. Hasilnya menunjukan bahwa orang yang berkhitan mempunyai kemampuan seks yang cukup lama dibandingkan orang yang tidak dikhitan. Falh Gray juga menyatakan berdasarkan penelitiannya, orang yang khitan memiliki ketahanan lebih lama dibanding orang yang tidak dikhitan dalam melakukan hubungan suami istri (al-Halwani :46) versi lengkap (http://groups.yahoo.com/group/masjid_annahl/message/6)









Problema Khitan Perempuan ditinjau dari Agama, Kedokteran, dan Peradaban.


Khitan bagi perempuan merupakan permasalahan Pro dan Kontra dalam masyarakat dewasa ini, banyak terjadi pertentangan diantara para Ulama khususnya, Dokter dan Pemuka adat umumnya, sehingga jangan mengherankan bila terjadi kesenjangan di masyarakat Global sekarang.

Banyak kalangan kurang mengetahui apa itu Khitan, walaupun kata”khitan” merupakan tidak asing bagi kita, apalagi sebagai Muslim hampir semua mengalami Khitanan, namun secara detil tidak kita ketahui, nah marilah kita jenguk kembali arti pengertian khitan menurut Fuqaha,.
Apa itu Khitan?

Khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit Zakar yang menyeliputi Khasyafah (kepala zakar).

Khitan bagi perempuan adalah memotong sebagian kulit paling bawah diatas Vagina, karena hal itu akan mencerahkan wajah dan menyenangkan suami, banyak masyarkat dunia melakukan Khitan pada perempuan berbeda-beda: hanya sebatas membasuh ujung klitoris; menusuk ujung klitoris dengan jarum; membuang sebagian klitoris; membuang seluruh klitoris; dan membuang labia minora (bibir kecil vagina) serta seluruh klitoris, kemudian hampir seluruh labia majora (bibir luar vagina) dijahit, kecuali sebesar ujung kelingking untuk pembuangan darah menstruasi, tapi dalam islam disunatkan untuk tidak berlebihan, sehingga ia tetap mudah merasakan kenikmatan seksual dan membuang seluruh klitoris, membuang labia minora serta seluruh klitoris bertentangan( mukhalafah) dengan sunnah, dan khitan beginilah yang sangat terkenal dimasa Fir’aun, berbeda dengan khitan yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Khitan dalam Kacamata Fuqaha’:
Mazhab syafi’iyyah:

Khitan wajib bagi laki-laki dan perempuan, sebagai dalilnya: ayat Al-Quran:

قوله تعالى : ” (أن اتبع ملة إبراهيم حنيفاً )

“Kemudian kami wahyukan kepadamu untuk mengikuti millah Ibrahim yang lurus” (An-Nahl: 123).

Sebagian dari Millah Nabi Ibrahim adalah tradisi Khitan.

Juga hadist: “ألق عنك شعر الكفر واختتن “

“Potonglah rambut kufur darimu dan berkhitanlah” (As-Syafii dalam kitab Al-Umm yang aslinya dari hadis Aisyah Riwayat Muslim).


Mazhab Hambali:

Khitan wajib bagi laki-laki, dan memuliakan bagi perempuan, dalilnya adalah hadist Ahmad dan Baihaqi:

” الختان سنة للرجال، مكرمة للنساء”.

“Khitan itu sunah buat laki-laki dan memuliakan buat wanita” (Ahmad dan Baihaqi).

Mazhab Maliki dan Hanafi:

Sunat Muakkadah bagi laki-laki dan perempuan, dalilnya:

عن أنس بن مالك رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لأم عطية وهي ختانة كانت تختن النساء في المدينة : ” إذا خفضت فأشمّي ولا تُنهكي، فإنه أسرى للوجه وأحظى عند الزوج

“Dari Anas Ibn Malik R.a, bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada Ummu Athiyyah, tukang khitan perempuan di Madinah: “Sentuhlah sedikit saja dan jangan berlebihan, karena hal itu adalah bagian kenikmatan perempuan dan kecintaan suami.”

Hadist yang lain disebutkan:

” إذا ختنت فلا تنهكي فإن ذلك أحظى للمرأة وأحب للبعل “

“Sayatlah sedikit dan jangan berlebihan, karena hal itu akan mencerahkan wajah dan menyenangkan suami.” (HR Abu Daud)(1)

Secara kwalitatif hadits yang menjadi dasar perlunya khitan perempuan menurut Sayid Sabiq adalah lemah, dengan kritikan tajam didalam kitabnya Fiqh Sunnah: “Semua hadits yang berkaitan dengan khitan perempuan adalah dhaif (lemah), tidak ada satupun yang sahih (valid).(Fiqh al Sunnah, I/25).

Dengan demikian secara ex officio bisa dikatakan khitan perempuan merupakan masalah ijtihadiyah, nah kerusakan sebuah mujtama’ bisa disebabkan oleh faktor ini(khitan), karena perempuan yang melakukan khitan(menurut islam) sexnya sedikit berkurang dengan perempuan yang tidak melakukan khitan, oleh karena itu bisa menyebabkan konflik didalam masyarakat, dengan banyaknya pelanggaran tata susila agama, karena tidak semua wanita bisa menahan gelora nafsunya, maukah masyarakat kita hancur?, maukah keturunan kita menjadi hamba nafsunya?, benarlah apa yg dinukilkan oleh Imam al-Syathibi dalam al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah mengatakan syariat Islam bertujuan mewujudkan kemaslahatan manusia, didunia dan akhirat. Cita kemaslahatan dapat direalisasikan jika lima unsur pokok dapat terpelihara, yaitu pemeliharaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Khitan perempuan antara Kedekteran dan Agama:

1. Banyak orang salah mengerti tentang praktek khitan perempuan dalam islam sehingga dengan cepat menvonis bahwa Khitan perempuan bisa merusak hak perempuan, lihatlah dua buah hadist Nabi secara detil: Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada Ummu Athiyyah, tukang khitan perempuan di Madinah: “Jangan berlebihan, karena hal itu adalah bagian kenikmatan perempuan dan kecintaan suami.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Sentuh sedikit saja dan jangan berlebihan, karena hal itu penyeri wajah dan bagian kenikmatan suami.” (HR Abu Daud),
Ada dua pendekatan dalam memahami hadis di atas.

Pertama, dilihat dari asbab al-wurud hadist. Sebelum Islam datang, masyarakat Arab terbiasa mengkhitan perempuan dengan membuang seluruh klitoris dengan alasan agar dapat mengurangi kelebihan seksual perempuan, yang pada gilirannya dapat memagari dekadensi moral masyarakat Arab ketika itu. Sewaktu Nabi mendengar Ummu Athiyyah mengkhitan dengan cara demikian, Nabi langsung menegur agar praktik khitannya harus diubah sebab dapat menimbulkan kurangnya kenikmatan seksual perempuan.

Kedua, redaksi (matan) hadist terdapat ungkapan isymii wa laa tunhikii (sentuh sedikit saja dan jangan berlebihan). Kata isymam, secara etimologis, berarti mencium bau. Dengan gaya bahasa yang tinggi, Nabi Muhammad SAW memerintahkan khitan perempuan dengan cara seperti halnya mencium bau sehingga tidak merusak klitoris. Sedangkan kata laa tunhikii merupakan lafaz larangan (al-nahy) yang bermakna pasti, artinya “pastikan jangan berlebihan”.

Dengan demikian secara teks dapat dipahami, Nabi tidak pernah memerintahkan khitan dengan merusak alat reproduksi. Justru sebaliknya, khitan yang diajarkan Nabi diharapkan dapat memberi keceriaan, kenikmatan, dan kepuasan seksual bagi perempuan. Menurut Islam, hak memperoleh kepuasan seksual antara lelaki dan perempuan sama. Artinya, kepuasan dan kenikmatan seksual adalah hak sekaligus kewajiban bagi suami dan istri secara parallel. Oleh karena itu, jangan sampai karena praktik yang keliru lalu secara serta-merta tradisi indah yang

bernilai ibadah dan beresensikan simbol ikatan suci dengan Allah itu diperangi begitu saja. Sebaiknya dicarikan jalan tengah, substansi khitan dipertahankan namun praktik kelirunya yang dihindari. Penawaran ini pada gilirannya menjadi tugas para ulama, dokter, dan kita semua untuk meluruskannya.

2. Bila khitan perempuan dilakukan sebagaimana yang telah nabi syaria’tkan, maka banyak manfaatnya bagi wanita dan suaminya, diantaranya: mencegah pertumbuhan klitoris yang terlalu besar, sebagian wanita pertumbuhan klitorisnya berlebihan sampai 3 cm ketika perempuan teransang, bagaimana suami bergaul dengan istrinya bila si istri punya anggota seperti anggotanya?

Dan perempuan didaerah yang panas seperti Sa’idi Mesir, Sudan dan Jazirah Arab pertumbuhan klitorisnya cukup subur sehingga melebihi dengan pertumbuhan pada perempuan daerah lain, bahkan menyebabkan suami mustahil untuk melakukan hubungan denganya.


3. mencegah klitoris yang terlalu besar dan mencegah sakit pada vagina karena keseringan tegaknya klitoris akibat gesekan, dan wajah perempuan selalu berkerut, seperti dinukilkan hadist: “Sentuh sedikit saja dan jangan berlebihan, karena hal itu penyeri wajah dan bagian kenikmatan suami.” (HR Abu Daud),

4. Khitan yang dilakukan oleh orang Mesir kuno yaitu: memotong suluruh klitoris dapat menyebabkan melengketnya kedua bibir vagina yang dapat menyebabkan penyakit Ritak(tersumbat) .

5. Doktor. Muhammad Ali Al-Bar didalam kitabnya “al-Khitan Dar Al-Manar ” berkata: “Khitan perempuan menghilangkan nafsu dan libido perempuan yang tinggi, dengan demikian si perempuan lebih iffah dan mencegah bersarangnya kuman yang berkumpul dibawah Kulit Klitoris”.

Khitan perempuan antara masyarakat Internasional dan peradaban manusia:

Delegasi 28 negara Arab dan Afrika yang diadakan diCairo meminta agar khitan terhadap perempuan dilarang secara internasional. Khitan dipandang selaku kebiasaan yang rohani maupun jasmani menimbulkan dampak sampingan parah pada perempuan. Ada dua juta gadis remaja yang mengalami mutilasi tiap tahun di Afrika dan beberapa bagian dunia Arab, walaupun beberapa dari negara Afrika seperti Mesir sudah melarang praktek khitan perempuan.

Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dimuat di majalah buletin Population Report, banyak terjadi komplikasi akibat khitan bayi perempuan di negara-negara Afrika, seperti infeksi dan adanya fistula pada daerah yang dilakukan penyunatan.

Apakah ini khitan yang disyari’atkan islam ataukah khitan menurut kebiasaan masyarakat afrika? Dengan membuang seluruh klitorisnya. Dan WHO melarang khitan perempuan.


Para antropolog mengungkapkan data praktek khitan telah populer di masyarakat Mesir kuno dibuktikan dengan penemuan mumi perempuan pada abad ke-16 SM yang memiliki tanda clitoridectomy (pemotongan yang merusak alat kelamin). Menurut Hassan Hathout pelaksanaan khitan perempuan telah berlangsung lama sebelum kedatangan Islam terutama di lembah Nil yakni Sudan, Mesir, dan Ethiopia.

DiBelanda, dilarang keras khitan perempuan, sehingga terpaksa para anak perempuan keturunan Muslim dari Mesir, Somalia dan Sudan melakukan khitan diluar Belanda, bahkan bagi para wali yang melakukan khitan bagi anak perempuannya dikenakan hukuman 5 tahun penjara.
Hikmah Khitan:

1. Mubalghah dalam kebersihan dan kesucian.

2. Membedakan antara muslim dan non Muslim, sehingga bila hakim melihat disuatu daerah para laki-laki tidak melaksanakan khitan, maka mereka harus diperangi agar melaksanakan Syi’ar Islam,

3. Praktik khitan bagi perempuan sebagai kontrol terhadap seksualitas perempuan, dengan demikian tercipta masyarakat dengan lingkungan jauh dari praktek maksiat.

4. Ta’at akan perintah Allah dan Rasulnya.

5. Perempuan menjadi lebih iffah, sehingga terpelihara diri dan agamanya.

Madhan:

1. Figh Islami wa adillatuhu:4/ 2752, Syarah Kabir:2/126, Syarah Risalah:1/393.

2. Fiqh al-Sunnah, Sayid Sabiq.

3. Al-Muwafaqah fi Ushulk Syari’ah, Imam Syatibi.

4. Fatawa Mu’asarah, Syeh Yusuf Qardhawi.

5. Mughni:1/85



0 Response to "KHITAN DALAM TINJAUAN SYARI’AH, PSIKOLOGI DAN MEDIS"

Post a Comment